Manajemen sumber daya manusia,
Sumber daya manusia atau biasa disingkat menjadi SDM potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam pengertian praktis sehari-hari, SDM lebih dimengerti sebagai bagian integral dari sistem yang membentuk suatu organisasi. Oleh karena itu, dalam bidang kajian psikologi, para praktisi SDM harus mengambil penjurusan industri dan organisasi.
Sebagai ilmu, SDM dipelajari dalam manajemen sumber daya manusia atau (MSDM). Dalam bidang ilmu ini, terjadi sintesa antara ilmu manajemen dan psikologi. Mengingat struktur SDM dalam industri-organisasi dipelajari oleh ilmu manajemen, sementara manusia-nya sebagai subyek pelaku adalah bidang kajian ilmu psikologi.
Dewasa ini, perkembangan terbaru memandang SDM bukan sebagai sumber daya belaka, melainkan lebih berupa modal atau aset bagi institusi atau organisasi. Karena itu kemudian muncullah istilah baru di luar H.R. (Human Resources), yaitu H.C. atau Human Capital. Di sini SDM dilihat bukan sekedar sebagai aset utama, tetapi aset yang bernilai dan dapat dilipatgandakan, dikembangkan (bandingkan dengan portfolio investasi) dan juga bukan sebaliknya sebagai liability (beban,cost). Di sini perspektif SDM sebagai investasi bagi institusi atau organisasi lebih mengemuka.
MSDM ialah suatu ilmu atau cara bagaimana mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh individu secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal sehingga tercapai tujuan (goal) bersama perusahaan, karyawan dan masyarakat menjadi maksimal.MSDM didasari pada suatu konsep bahwa setiap karyawan adalah manusia - bukan mesin - dan bukan semata menjadi sumber daya bisnis.
Definisi Tenaga Kerja
Tenaga kerja (manpower) adalah seluruh penduduk dalam usia kerja (berusia 15 tahun atau lebih) yang potensial dapat memproduksi barang dan jasa. Sebelum tahun 2000, Indonesia menggunakan patokan seluruh penduduk berusia 10 tahun ke atas (lihat hasil Sensus Penduduk 1971, 1980 dan 1990). Namun sejak Sensus Penduduk 2000 dan sesuai dengan ketentuan internasional, tenaga kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun atau lebih.
SERIKAT PEKERJA
Definisi serikat pekerja/serikat buruh sebagai sarana untuk memperjuangkan kepentingan dapat dilihat kembali dalam beberapa pasal UU Ketenagakerjaan. Melalui serikat pekerja/serikat buruh, mereka dapat merundingkan penyusunan peraturan perusahaan dan menyelesaikan masalah pemenuhan hak-hanya sebagai buruh.
Hak berserikat/berorganisasi dipandang sebagai suatu kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sebagai sarana memperjuangkan terpenuhinya hak-hak buruh/pe-kerja seperti hak atas upah, hak buruh perempuan atas fungsi reproduksi dan hak atas kesehatan dan keselamatan kerja.
Esensi pentingnya buruh/pekerja membentuk organisasi/se-rikat pekerja/serikat buruh ditegaskan dalam UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Secara eksplisit konsideran UU No.21 Tahun 2000 menyebutkan, serikat pekerja/se-rikat buruh merupakan sarana untuk memperjuangkan, melindungi dan membela kepentingan dan kesejahteraan pekerja/buruh beserta keluarganya, serta mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.
Ketentuan demikian ditegaskan kembali dalam Ketentuan Umum UU tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 yang intinya menyatakan serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka mandiri, demokratis dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/bu-ruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
Sementara itu tata cara atau prosedur pembentukan serikat pekerja/serikat buruh diatur secara lebih rinci didalam UU No.21 Tahun 2000.
Ketentuan Pasal 110 Ayat 1, 2 dan 3 menyebutkan, peraturan perusahaan disusun dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh. Dalam hal di perusahaan yang bersangkutan telah terbentuk serikat pekerja/serikat buruh maka wakil pekerja/buruh adalah pengurus serikat pekerja/serikat buruh. Apabila di dalam perusahaan yang bersangkutan belum terbentuk serikat pekerja/serikat buruh maka wakilpekerja/buruh dipilih secara demokratis untuk mewakili kepentingan para pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
Demikian pula dalam hal terjadi perselisihan antara buruh dan pengusaha. Jika terjadi sengketa/perselisihan antara buruh dan pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh kembali menjalankan fungsinya untuk memperjuangkan terpenuhinya hak-hak pekerja/buruh. Ketentuan Pasal 151 (1) dan (2) UU No.13 Tahun 2003 pada pokoknya menyebutkan dengan segala upaya pengusaha harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja. Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/buruh.
Sumbernya http://google.co.id/
http://wikipedia.org/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar